Tuesday, January 17, 2012

Promosi Kota Lewat Kuliner

Selain dikenal sebagai kota pesantren, Tasikmalaya juga dikenal karena ragam dan tradisi kulinernya yang kuat. Beraneka ragam sajian kuliner tersedia lengkap di kota ini. Mie baso dan bubur ayam hanya sedikit contoh kuliner yang banyak digemari masyarakat. Tapi tak cuma dua jajanan ini, karena kota Tasikmalaya juga memiliki banyak hidangan lain ; tahu kupat, aneka olahan mie, soto, sate, rujak dan lotek serta sajian kuliner khas Nasi Tutug Oncom (TO). Bahkan nasi tutug oncom sering diklaim sebagai inovasi kuliner asli orang Tasik, sejajar dengan nasi jamblang khas Cirebon, nasi gudeg Yogya atau nasi uduk Betawi. Ini masih ditambah puluhan warung nasi/rumah makan yang dengan ciri khasnya masing-masing turut meramaikan khasanah kuliner kota penghasil batik dan bordir ini.

Dari beragamnya produk kuliner yang tersedia, dapat disimpulkan masyarakat kota Tasikmalaya terbuka dan apresiatif terhadap aneka jenis kuliner. Kondisi ini didukung oleh kesetiaan para pemilik usaha kuliner dalam menjaga kualitas rasa dan karya kuliner mereka, tidak berubah dan mampu bertahan sepanjang waktu. Salah satu bubur ayam terkenal di Tasik telah hadir sejak tahun 1961. Sedangkan salah satu penjaja soto di jalan Pataruman, kini dikelola generasi ketiga. Masih banyak lagi usaha kuliner yang telah diturunkan dan diteruskan oleh generasi penerus. Dengan demikian, kuliner kota Tasik juga merupakan salah satu warisan budaya kota yang harus dilestarikan.

Kuliner adalah salah satu potensi andalan kota Tasikmalaya yang sejatinya dapat dikembangkan untuk mendukung industri pariwisata. Terlebih dengan visi untuk menjadi kota perdagangan dan perindustrian termaju di kawasan Priangan Timur tahun 2012, wisata kuliner dapat menjadi jangkar/anchor untuk menunjang wisata belanja ke kawasan sentra batik, bordir, payung dan kelom geulis, yang secara “tradisional” telah menjadi potensi unggulan pariwisata kota.

Di era ketika arus informasi mengalir deras melalui internet, pemerintah kota seyogyanya sangat dimudahkan dalam menjadikan aktifitas wisata kuliner sebagai salah satu ujung tombak pengembangan pariwisata. Situs jejaring sosial dan sosial media seperti facebook dan twitter, misalnya terbukti cukup efektif dalam turut “mempromosikan” kekayaan kuliner kota Tasikmalaya. Sebuah komunitas penggemar wisata kuliner di Tasikmalaya kini telah beranggota hingga ribuan orang. Lewat situs-situs tadi, para penggunanya secara sadar saling berbagi dan bertukar informasi, serta merekomendasi beberapa lokasi kuliner yang harus dikunjungi.

Sederhananya, pemerintah kota, praktis tinggal mengambil langkah dalam merumuskan strategi promosi lain yang dinilai efektif untuk mendukung kuliner sebagai bagian dari upaya promosi kota. Diantaranya, memasang papan reklame promosi kuliner khas kota Tasik di beberapa lokasi stategis di jalan-jalan utama menuju kota, dan melakukan aktifitas “jemput bola” dengan menyasar para calon wisatawan di kota-kota besar semisal Bandung dan Jakarta. Selain promosi yang kreatif, pemerintah kota, juga harus fokus dalam pemberdayaan para pengelola kuliner yang umumnya adalah UKM. Dengan begitu, kegiatan pengembangan kuliner sebagai bagian dari promosi pariwisata kota, juga selaras dan bersinergi dengan upaya pemberdayaan UKM, termasuk didalamnya bantuan untuk memperoleh sertifikat halal, dan promosi UKM kuliner yang menyajikan makanan sehat, higienis dan peduli lingkungan.

Pengembangan Kluster/Sentra Kuliner
Sebagai salah satu upaya menjadikan kuliner bagian dari dari promosi pariwisata, rencana pemkot Tasik untuk membangun kluster/sentra kuliner di salah satu ruas jalan di kota Tasikmalaya, pada awal April mendatang patut disambut baik. Diharapkan, dengan adanya kluster/sentra kuliner ini, masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke kota Tasik dapat menikmati aneka sajian kuliner khas kota Tasik di satu lokasi. Hanya saja perlu diperhatikan agar upaya membangun kawasan kluster/sentra kuliner tidak semata-mata memindahkan pedagang kaki lima (PKL), ke kawasan tersebut. Pengembangan kawasan kuliner harus direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan beragam aspek, agar tujuan pengembangan kawasan kuliner untuk mendukung promosi pariwisata bisa tercapai.

Aspek-aspek tersebut mencakup pembenahan kawasan dan penyediaan infrastruktur pendukung. Pemkot pertama-tama harus memastikan kawasan tersebut nyaman sebagai sebuah kawasan pedestrian. Dengan demikian, para pengunjung bebas menyusuri kawasan tersebut tanpa terganggu oleh lalu lalang kendaraan. Pemkot juga harus menyiapkan rambu-rambu penunjuk arah ke kawasan tersebut serta menata kawasan. Para penyedia dan pengelola usaha kuliner dibuatkan tenda semi permanen yang dilengkapi meja dan kursi, serta diberikan pemahaman tentang pentingnya aspek higienitas dan keamanan pangan, untuk menjamin kuliner yang disajikan aman dikonsumsi.

Di kluster/sentra kuliner ini juga dapat ditambahkan beberapa sarana pendukung lain seperti toilet dan tempat cuci tangan untuk umum, jaringan hotspot agar saat berkuliner, para pengunjung juga berselancar di dunia maya. Pada waktu-waktu tertentu para pegiat seni dan musik yang ada di kota Tasik dapat unjuk kebolehan dengan tampil secara langsung, untuk menambah suasana menjadi semakin semarak. Pengembangan kluster/sentra kuliner juga dapat dilihat sebagai upaya pemkot dalam menyediakan ruang publik yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Di ruang publik ini, masyarakat dan para pemangku kepentingan kota lainnya bertemu untuk berinteraksi dan bertukar pikiran/gagasan dalam membangun kota Tasikmalaya ke depan.

Pentingnya Branding
Untuk menunjang kegiatan promosi dan pemasaran kota, penting juga untuk mem-branding produk kuliner Tasik agar semakin dikenal. Branding untuk produk kuliner Tasik bisa mengambil contoh dari dari branding negara/kota Singapura, Uniquely Singapore, Amazing Thailand-nya Thailand, atau Incredible India-India. Di tingkat lokal, konsep branding Everlasting Beauty-nya Bandung dan Never Ending Asia-nya Jogja juga menarik untuk ditiru. Pemilihan tagline untuk produk kuliner Tasik, bisa menyesuaikan dengan keragaman, keunikan, dan kekhasan kuliner yang dimiliki kota. Pemilihan branding kuliner Tasik tentu harus memperhatikan kemudahan dalam pelafalan, dan ingatan, mencerminkan keunikan dan kreatifitas produk kuliner yang ada, serta menunjukan visi pengembangan kuliner Tasik di masa depan.

Dengan branding dan aktifitas promosi yang tepat, diharapkan produk kuliner kota Tasik dapat menancap di benak konsumen/wisatawan yang berkunjung ke Tasikmalaya. Lewat cara ini, para wisatawan yang puas saat berkunjung dan menikmati anek sajian kuliner kota Tasik dapat menyebarluaskannya secara sadar melalui promosi gethok tular. Dengan begitu, keragaman dan kekayaan kuliner kota Tasik dapat tersebar secara viral dan membuat wisatawan selalu ingin berkunjung ke Tasik. Tak hanya untuk belanja batik, bordir dan aneka kerajinan lain, juga menikmati wisata kulinernya yang fantastis.

Thursday, December 15, 2011

Alun alunku Sayang Alun alunku Malang

Alun-alun kota Tasikmalaya suatu sore. Saya duduk-duduk sembari menikmati senja di alun-alun kota tercinta ini. Semilir angin, dan semburat lembayung menyelinap diantara kerimbunan pepohonan besar yang sudah sejak lama tumbuh. Beberapa orang anak sekolah duduk-duduk di sudut. Sementara sepasang suami istri, memilih berjalan santai diiringi tawa riang sepasang putera-puteri mereka.

Di pelataran monumen, beberapa orang tua asyik ngobrol melepas penat sesuai berolahraga ringan sore hari. Monumen alun-alun dihiasi patung perunggu sepasang pemuda dan pemudi mengibarkan pataka Parasamya Purna Karya Nugraha, sebuah penghargaan atas pencapaian keberhasilan pembangunan di era orde baru.

Monumen juga menyimpan berbagai prestasi yang dicapai kota Tasikmalaya dalam bentuk diorama. Prestasi pembangunan di bidang pertanian, pendidikan, kesehatan dan banyak lagi. Bangunan monumen terbuat dari susunan batu andesit berwarna abu kehitaman, yang meski sudah dimakan usia, namun masih gagah dan nyaman dipandang mata.

Oya, alun-alun kota juga dilengkapi beberapa kursi taman yang pada sore-sore seperti sekarang ini, banyak digunakan warga kota untuk tempat mereka menghabiskan hari. Kursi-kursi ini ditempatkan sedemikian rupa, di sela-sela lampu taman besar dengan dekorasi yang indah dan memberi terang saat siang berganti malam.

Rumput alun-alun dan aneka tanaman penghias tertata rapi, menandakan pengurusan yang teratur dan pengelolaan yang baik. Saya memanggil seorang penjaja minuman dan memesan sebotol minuman dingin.

Ah, sebuah pengalaman menikmati senja yang tak terlupakan.

Alun-alun kota Tasikmalaya sudah sejak lama ada. Sejauh ingatan saya, memori tentang alun-alun sudah muncul dalam ingatan sejak saya bersekolah di TK Pertiwi awal tahun 1980an. Lokasinya saat itu masih di dekat kantor Sturada (Studio Radio Daerah). Persis, di samping gedung pendopo Tasikmalaya.

Saat itu, tentu saya belum mengerti apa itu alun-alun. Maklum masih bocah. Selain itu, kebanyakan ingatan tentang alun-alun hanya saya peroleh dari foto-foto aktifitas yang menggambarkan alun-alun sebagai latar. Namun menginjak kelas 5 -6 SD (sekitar tahun 1984 – 1985), alun-alun memberi gambaran ingatan yang semakin jelas kepada saya.

Setiap bulan puasa tiba, alun-alun menjadi lokasi favorit menghabiskan waktu sepanjang asar hingga magrib. Ngabuburit, menunggu datangnya waktu berbuka. Saat ngabuburit itu, saya menghabiskannya dengan menyewakan komik dan buku-buku cerita yang menjadi koleksi saya. Diantaranya, cergam Deni Manusia Ikan, beberapa judul komik Tintin, cergam Trigan, Kisah Petualangan Arad dan Maya, beberapa edisi majalah Bobo, dan sekian judul buku Petulangan Trio Detektif dan Lima Sekawan. Tidak semua buku ini saya miliki, kadang-kadang saya berkongsi dengan beberapa kawan agar koleksi lapak penyewaan komik saya lebih banyak dan komplit dibanding pesaing.

Hasilnya? Namanya juga usaha. Kadang komik-komik saya laris disewa pembeli, kadang-kadang hanya sedikit yang mampir karena mereka sebelumnya sudah membaca dan melihatnya di tempat lain. Saat itu, biaya sewa dan membaca di tempat, murah meriah saja ; Rp 25,-/komik. Sebagai perbandingan, harga semangkuk baso masih Rp 300,- dan jika bisa membawa pulang Rp 300,- saja maka hari itu saya akan membawa beragam ta’jil ke rumah. Sejak cilok, gorengan, es orson, hingga kolek dan aneka penganan lain. Maka lengkaplah di meja makan, penganan berbuka saya sore itu, yang umumnya tidak pernah bisa saya habiskan karena keburu kekenyangan.

Beranjak SMP dan SMA, saya sudah tidak lagi menyewakan komik di alun-alun. Selain sudah tidak lagi menarik dari sisi bisnis, koleksi komik saya juga semakin berkurang. Lagi, alun-alun juga sudah tidak lagi menjadi meeting point dan lokasi tujuan ngabuburit favorit. Selain itu, karena bersekolah di SMPN 1 yang bertetangga dengan alun-alun, kegiatan mata pelajaran olahraga sesekali berlangsung di sana. Lagi pula, pergi dan pulang sekolah pasti memintas jalan lewat alun-alun. Lambat laun, pudar sudah pesona alun-alun di mata saya.

Hanya saja, saya masih tetap mau diajak kawan-kawan sepor alias lari pagi ke alun-alun setiap minggu pagi. Sepor-nya sih bukan yang utama. Seringnya saat lari pagi itu, kita bertemu teman-teman yang lain, dan lebih senang lagi jika ada teman perempuan yang ikut bergabung juga. Seronok, kalau kata Ipin dan Upin. Ah, indahnya masa remaja.

Selepas SMA, karena harus bersekolah di kota lain, saya pun meninggalkan Tasikmalaya tercinta. Sementara saya pun harus melupakan alun-alun kota. Setelah lulus kuliah, saya diterima bekerja di Ibukota, dan semakin terpisah dari kota Tasik dan alun-alunnya yang melegenda.

Beruntung, sore ini saya dapat menikmati senja di alun-alun kota tercinta ini. Mengenang masa lalu, mengurai ingatan indah masa kecil, menyesapi aroma rumputnya yang menghijau, keceriaan anak-anak yang bermain-main, senda gurau orang-orang tua.

Tiba-tiba seseorang mencolek saya.

Ieu angsulna Pa,” (Ini uang kembaliannya, Pak), katanya.

Suara mamang penjaja minuman menyadarkan saya. Saya tergagap sebentar. Agak lama sebelum kesadaran saya kembali muncul. Saya terima uang kembalian minuman botol sembari mengucapkan terimakasih.

Alamaaak, saya ternyata sedang melamun. Alun-alun kota yang indah tertata rapi, tempat anak-anak bermain, sarana olahraga orang-orang tua di sore hari dan ruang publik favorit warga ini ternyata cuma ilusi dan lamunan saya.

Yang nyata di hadapan, alun-alun kota yang tak terurus, rumputnya yang sudah jarang di sana-sini, paving block yang bolong-bolong dan bisa bikin celaka, lampu taman yang rusak, pagar pembatas yang catnya sudah memudar. Beberapa waktu lalu, patung di monumen bahkan sempat tak punya kepala. Syukurlah, sekarang ini kepala patung sudah kembali utuh.

Saya menghela nafas.

Saya pulang dengan lunglai.

Friday, January 28, 2011

Gambar dan Foto Kuliner Tasik-2


Bubur Abah Ii (Alm) (Amanah skrg)


Bubur Biasa Malam


Mie Ayam Aji Borju


Warnas Pantai Bu Enok


Resto Saung Baranang


Martabak Ramayana


Nasi TO Kalektoran


Soto Haji Didi


Sea Food Mutiara


Baso Kurdi


Jolly Joy


Baso Gesa


Kupat Tahu H. Esah

Wednesday, January 26, 2011

Gambar dan Foto Kuliner Tasik-1


Warnas Si Kabayan Jl. Cihideung


Warnas MM


Warung Nasi Bu Oom


Tahu Bletok Burangrang


Soto Tugu Sari Rasa


Soto Pataruman 23


Sirop Bojong Bu Momoh


Sate Maranggi


Pecel Oranye


Nasi TO Dadaha


Nasi Cikur


Mie Dengkul Nagarawangi


Mie Mang Jaka


Baso Samudera


Baso Kurdi


Baso Simpati


Baso Mas Jaro


Baso Asooy


Baso 55


Bubur Mang Ijang/Mang Udin

Makaroni Special Citapen


Lengko Sapi


RM Lekker


Kue Aci Karya Ayu


Baso Mas Kiman


Bubur Mang Engkus Pertamina


Kolak Bi Encar


Baso SiAga/Haji Oding


Baso Priangan


Baso Mas Wiji


Baso Laksana


Baso Mang Didi Citapen


Baso Ceria


Kue Balok Ampera


Ayam Goreng Ciamis


Ayam Bakar Riung Gunung


Ayam Bakar Hen Hen


Pecel Bu Oma


Sate Haji Haris


Kupat Tahu Kabita


Soto Haji Didi Empang Banli


Rujak Uleg Bi Encar


Lotek Bi Iyoy


Kupat Tahu H. Esah


Bubur Dokar Mang H. Husin


Mie Ayam Bey-Bey


Baso Loma


Bubur H. Zenal



Baso Komar



Nasi Tutug Oncom