Friday, August 18, 2006

KUSnet dan Semangat Melestarikan Ke-Sunda-an

KUSnet dan Semangat Melestarikan Ke-Sunda-an

Masyarakat Sunda adalah salah satu kelompok masyarakat dengan keunikan tersendiri. Jika ditilik dari sejarahnya, masyarakat Sunda sudah menjadi salah satu suku yang telah ada di persada Nusantara. Kehadirannya bisa direpresentasikan dari kenyataan jumlahnya saat ini telah mencapai 30 juta jiwa. Mereka sebagian besar tersebar di Propinsi Jawa Barat dan Banten. Tak sedikit juga diantara mereka yang merantau ke berbagai pelosok negeri hingga ke berbagai tempat di dunia. Boleh jadi, di saat pengaruh global demikian dominan menderas merasuki ranah kehidupun melalui beragam media, cetak maupun elektronik, yang membuat akar kesundaan mereka tercerabut. Beruntung, masih ada sekelompok masyarakat yang peduli pada persoalaan kesundaan bergabung di internet untuk menjadi pelestari beragam khasanah tentang Sunda dan segala pernak perniknya.

Adalah Ismail Rahman, warga Kuningan, yang bekerja di Jakarta sebagai salah seorang praktisi di bidang teknologi Informasi. Ismail memelopori keberadaan Komunitas Urang Sunda di Internet (Kusnet) dengan membuat milis tentang urang sunda di internet pada 8 Mei 2000. Dalam pengatar di milis itu, Ismail menulis Milis sebagai sarana untuk melestarikan beragam khasanah Sunda. Nama Milis itu, urangsunda@yahoogroups.com. Singkatan KUSnet diambil dari tulisan di pengatar milis yang kemudian terdengar selaras dengan nafas dan nama Sunda. Jadilah KUSnet yang merupakan wadah komunkasi masyarakat Sunda di internet. Peminat milis ini pada awalnya cuma 23 orang. Kini lima tahun kemudian, hampir 200 orang tercatat sebagai anggota, dan sekitar 250 orang secara aktif mengirim postingan mereka setiap harinya.Untuk memoderasinya, enam orang warga dengan sukarela menjadi moderator. Mereka datang dari dari berbagai kalangan profesi. Sejak dosen, pensiunan karyawan BUMN, pegawai swasta, hingga pewirausaha.

Berawal dari milis, namun kiprah Kusnet boleh dibilang telah begitu sangat beragam. Di saat berbagai institusi resmi, masih menjadikan upaya pelestarian budaya sunda sebagai wacana, Kusnet telah melakukan beberapa langkah nyata. Beberapa proyek konservasi dan revitalisasi naskah-naskah Sunda telah dilakukan oleh komunitas ini. Katakanlah sejak Buku Rusdi jeung Misnem, yang didigitalisasi, hingga buku-buku lama berbahasa Sunda lainnya. Seorang warganya yang bermukim di Jerman melakukan komputerisasi hurup-hurup asli Sunda, membuat website, dan mendokumentasi beragam dokumen tentang khasanah kesundaan lainnya.

Kusnet juga telah berpartispasi dalam Kongres Basa Sunda ke VIII yang digelar pada Bulan April lalu di Subang. Pada kongres ini, salah seorang moderatornya, Mamat Sasmita yang lebih dikenal sebagai Ua Sasmita menyajikan makalah yang turut menyemarakan suasana Kongres.

Being Digital
John Negroponte dalam bukunya Beeing Digital (2000) menulis kecenderungan internet telah menjadi sebuah jalan tol dimana beragam kepentingan bisa disalurkan. Lewat internet pula, keinginan untuk melestarikan khasanah kesundaan mendapat tempatnya.

Pada awalnya, mungkin berawal dari keinginan untuk terus mempertahankan eksistensi Sunda di tengah pesatnya arus globalisasi. Pilihan untuk menjaga agar para penerus dan generasi muda Sunda tidak pareumeun obor, boleh jadi merupakan sesuatu yang diidealkan. diawang-awang. Namun upaya yang dilakukan Kusnet telah awang-awang itu menjadi seuatu yang membumi, yang riil yang bisa dinikmati. Kultur dan kehidupan para warganya boleh saja berbeda-beda. Warganya ada yang bekerja sebagai staf PBB di New York, menjadi mahasiswa di sebuah Universitas di Jerman, menjadi tenaga kerja Indonesia di Abu Dhabi, TNI yang bertugas di Sierra Leone, tapi Internet telah memupus kendala itu. Mereka tetap dapat menjadi urang sunda dan menikmati ke-sunda-an mereka. Menjadikan mereka dekat, dan menjadikan kesundaan mereka sebagai bagian dari keseharian.

Namun, keinginan sekolompok warga masyarakat Sunda ini tidak perlu dilihat sebagai upaya untuk menyombongkan diri, menjadikan suku Sunda sebagai suku yang superior. Ada banyak milis komunitas serupa di internet dan mereka juga telah menjalankan peran nyata untuk katifitas kesukuan mereka. Namun begitulah, urang Sunda akan tetap dikenal karena typikal khas mereka yang peramah, menikmati hidup, taat pada agama, serta senang berkumpul untuk heureuy, dan ngabanyol (bergurau). Menurut Ua Sas, heureuy urang Sunda tidak pernah dalam konteks menyakiti orang lain namun lebih, pada upaya menertawakan diri sendiri.

Namun sebagaimana umumnya aktifitas yang bisa dilakukan komunitas milis, hubungan itu akan selalu cair, demokratis, dan tentu saja tak bisa mengakomodasi keinginan seluruh anggotanya. Sebandungnya (bosen Yogya melulu), akan lebih baik jika KUSnet memainkan peran yang lebih dominan dalam aktifitas yang lebih riil selain mengupakan upaya pelestarian di bidang literer. Upaya yang telah dilakukan komunitas ini melalui Yayasan Parceka yang didirikan, dengan membangun perpustakaan di desa-desa terpencil sungguh patut diapresiasi. KUSnet dapat juga mengajak para inohong Sunda agar berperan lebih aktif dan memainkan peran yang lebih signifikan di bidangnya masing-masing.

Puplasi orang Sunda memang cukup banyak. Namun yang peduli pada persoalan kesundaan reatif sedikit. Mereka yang berhimpun di KUSnet mungkin telah menjadi yang sedikit itu. Mereka telah berupaya dengan cara-cara mereka sendiri, menjaga agar kesundaan tetap eksis, tak hanya menjadi milik para sastrawan sunda, penggiat sunda, namun menjadi milik seluruh generasi. Mereka menjadikan internet sebagai medium yang pas untuk itu, mendekatkan jarak, dan mampu menjadikan para warga Sunda di belahan dunia lain tetap dapat menyalurkan hasrat dan kerinduannya pada kesundaan, pada bahasa Sunda dan undak usuk bahasanya, pada masakan sunda, pada naskah-naskah sunda, pada seloroh (heureuy) Sunda, dan semesta kesundaan lainnya.

* Terimakasih untuk Ua Sasmita yang telah menyediakan bahan-bahan untuk penulisan artikel ini.

No comments: